Pada postingan
sebelumnya kita telah membahas apa itu tanah ultisol jika belum membaca
silahkan baca kembali apa itu tanah ultisol?.
Ultisol merupakan
salah satu jenis tanah yang mempunyai sebaran terluas di Indonesia
yaitu mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25 % dari total luas
daratan Indonesia.
Tanah ini tersebar di Kalimantan (21.938.000 ha), di Sumatera (9.469.000 ha), Maluku dan Papua (8.859.000 ha), Sulawesi (4.303.000 ha), Jawa (1.172.000 ha),dan Nusa Tenggara (53.000 ha). Tanah ini dapat dijumpai pada berbagai relief, mulai dari datar hingga bergunung ( Subagyo et al, 2004). Menurut Radjagukguk (1983) tanah-tanah bermasalah di Indonesia antara lain ordo Oxisol, ordo Ultisol, dan Ordo Histosol. Dari 50 juta Ha lahan bermasalah tersebut 38,4 juta ha ditempati oleh Ultisol. Diantaranya 1,023 juta ha lahan tersebut terdapat di Sumatera Barat, atau sekitar 6,1 % dari seluruh tanah Ultisol di Indonesia (LPT, 1979). Ultisol dicirikan oleh adanya akumulasi liat pada horizon bawah permukaan sehingga mengurangi daya resap air dan meningkatkan aliran permukaan dan erosi tanah. Erosi merupakan salah satu kendala fisik pada Ultisol dan sangat merugikan karena dapat mengurangi kesuburan tanah. Bila lapisan ini tererosi maka tanahmenjadi miskin bahan organik dan hara (Sri Adiningsih dan Mulyadi,1993).
Baca Juga,
Apa Itu Tanah Ultisol
Sifat Kimia Tanah Ultisol
Menurut
Hardjowigeno (2003), Ultisol mempunyai sifat kimia yang kurang baik yang
dicirikan oleh kemasaman tanah yang tinggi
dengan pH < 5, kandungan bahan organik
tanah rendah sampai sedang, kandungan hara N, P, K, Ca, Mg dan Mo rendah.
Kapasitas tukar kation (KTK) kecil dari 24 me/100 g. Sebaliknya kelarutan Al,
Mn, dan Fe sering tinggi, sehingga sering meracun bagi tanaman. Hal itu disebabkan
oleh tingkat pelapukan yang sudah lanjut serta curah hujan yang tinggi,
sehingga unsur hara tercuci ke lapisan bawah. Di samping itu juga disebabkan
oleh bahan induk mineral tanah yang miskin mineral primer yang mengandung unsur
hara yang dibutuhkan tanaman. Soepardi (1983)
menyatakan bahwa kandungan N Ultisol < 0,2 % P tersedia < 1 ppm, Ca
dan Mg < 3 me/ 100g, dan kandungan bahan organik rendah. Oleh karena itu,
untuk mempertahankan bahan organik tanah perlu dilakukan pengembalian sisa-sisa
tanaman. Hakim (1982) mengemukakan bahwa pupuk hijau merupakan salah
satu sumber bahan organik yang baik untuk penyubur tanah Ultisol.
Kemasaman tanah Ultisol selain disebabkan oleh curah hujan yang tinggi yang mengakibatkan basa-basa mudah tercuci, juga disebabkan oleh hasil dekomposisi mineral aluminium silikat yang membebaskan ion aluminium (Al+3). Ion tersebut dapat dijerap kuat oleh koloid tanah dan bila dihidrolisis akan menyumbangkan ion H+, akibatnya tanah menjadi masam ( Nyakpa, Lubis, Pulung, Amrah, Munawar, Hong, Hakim, 1988).
Kemasaman tanah Ultisol selain disebabkan oleh curah hujan yang tinggi yang mengakibatkan basa-basa mudah tercuci, juga disebabkan oleh hasil dekomposisi mineral aluminium silikat yang membebaskan ion aluminium (Al+3). Ion tersebut dapat dijerap kuat oleh koloid tanah dan bila dihidrolisis akan menyumbangkan ion H+, akibatnya tanah menjadi masam ( Nyakpa, Lubis, Pulung, Amrah, Munawar, Hong, Hakim, 1988).
Berkaitan dengan kemasaman tanah pada Ultisol yang disebabkan oleh kelarutan Al, kelarutan besi (Fe) dan mangan (Mn) juga cukup tinggi. Keberadaan kation Al, Fe dan Mn pada tanah masam menyebabkan unsur fosfor (P) kurang tersedia bagi tanaman. Akibatnya tanaman sering menunjukkan kekurangan unsur P pada tanah tersebut. Di samping itu, unsur molibdenum (Mo) kelarutannya sangat rendah pada tanah masam. Unsur ini dibutuhkan tanaman legum dalam pembentukan bintil akar untuk menambat nitrogen (N). Akibatnya, penambatan N menjadi terhambat pada tanah bereaksi masam (Nyakpa et al, 1988). Ultisol miskin hara terutama unsur N, P dan K. Oleh karena itu, Ultisol memerlukan pupuk yang banyak. Dengan pengapuran dan pemupukan yang banyak, Ultisol dapat lebih produktif. Akan tetapi harga pupuk semakin mahal. Oleh karena itu pemakaian pupuk harus dihemat tanpa menurunkan produksi (Hakim, 2006).
Tanah
ultisol pada dasarnya mempunyai struktur yang baik, tapi tidak
optimal dalam kemampuan memegang air, sehingga cepat kehilangan air sehingga
tanah mengalami dehidrasi. Namun jika tanah ini dikelola dan
diperlakukan secara tepat, maka tanah ini bisa produktif (Soepardi,
1983). Perlakuan yang bisa kita usahakan terhadap tanah ultisol
adalah cara penetralan kadar asam sekaligus meningkatkan kadar
haranya. Salah satu cara untuk meningkatkan kadar hara tanah ini
adalah dengan memberi kapur dan pupuk buatan yang cukup. Kadar asam ultisol
dinetralkan dengan pemberian kapur. Hal ini dilakukan untuk mempengaruhi sifat
fisika dan kimia tanah. Selanjutnya juga diharapkan meningkatkan kegiatan jasad
renik dalam tanah (Hakim et al,1986).
No comments:
Post a Comment